Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait |
POLEWALITERKINI.NET - Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait merilis terkait ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang (PERPU) No. 01 Tahun 2016 Mengenai Perubahan Kedua UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kamis (24/08/17).
BERITA TERKAIT : PUTUSAN PN LUBUKPAKAM KELIRU DAN MENCEDERAI HARKAT DAN MARTABAT ANAK!
Dalam Undang-undang menyebut bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan Kejahatan Pidana Luar Biasa (Extravordinary Crime) setara dengan tindak pidana korupsi, Narkoba dan Terorisme yang dapat diancam dengan hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati.
Maka melalui perintah undang-undang penanganannya harus dilakukan melalui Pendekatan Luar Biasa (Extra Ordinary) dan berkeadilan bagi korban.
BERITA TERKAIT : WASPADA...! KEJAHATAN SEKSUAL FEDOFILIA MENGINTAI ANAK DI INDONEDIA...
Atas dasar pemikiran dan kejinya para pelaku (Predator) Kejahatan Seksual Terhadap Anak dan betapa seringnya aksi para monster kejahatan terhadap anak melakukan kejahatannya dengan menghilangkan secara paksa hak hidup anak yang sebelumnya dilakukan kejahatan seksual secara sadis dan biadap.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sorong menuntut 2 terdakwa masing-masing Ronald Waggaimu dan Lewi Boboga dengan tuntutan hukum seumur hidup dan hukuman mati ditambahkan dengan tuntutan tambahan pengungkapan identitas diri korban kepada publik.
BACA Juga : Alasan “Gila” Perkara Bakal Dihentikan...! Korban Pencabulan Anak di Wonomulyo Minta Pendampingan LBH...
Namun pada kenyataan pada Sidang Pembacaan Keputusan oleh Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara kejahatan seksual ini di PN Sorong. Kamis (24/08/17) membebaskan Ronald Waggaimu dari hukuman mati serta membebaskan Lewi Boboga dari hukuman tambahan pengungkapan identitas pelaku sebagai pelaku kejahatan seksual kepada publik.
Dalam sidang putusan PN Sorong yang dipimpin Majelis Hakim Gracely Manuhutu, kedua terdakwa yakni Ronal dan Lewi hanya divonis dengan hukumam seumur hidup.
BACA Juga : TERKENDALA BIAYA...! KASUS PENCABULAN BOCAH 8 TAHUN DI POLMAN TERSENDAT....
Atas putusan Hakim yang memeriksa perkara kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa Ronald dan Lewi di PN Sorong membuat Ketua Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong Achmad Mudor kepada media di Sorong menyatakan berpikir-pikir untuk melakukan kasasi atas putusan hakim ke Mahkamah Agung (MA).
Demikian juga pelaku melalui kuasa hukumnya Fernandes Ginuny menyatakan juga pikir-pikir untuk melakukan kasasi setelah berdiskusi kepada keluarga pelaku.
BACA Juga : PERKARA TERSENDAT...! KAPOLRES POLMAN AMBIL ALIH KASUS PENCABULAN ANAK DI WONOMULYO
Atas putusan Majelis Hakim yang membebaskan salah seorang terdakwa dari hukuman mati, keluarga Kezia Mamansa (7) korban kejahatan seksual yang diwakili YENTI nenek korban menyatakan putusan membebaskan Ronald Wanggaimu dari hukuman mati sebagai pelaku utama adalah tidak berkeadilan.
Sebab Ronald Wanggaimu adalah pelaku utama yang sangat sadis dan keji dan perlu mendapat hukuman yang setimpal, yakni hukuman mati seperti tuntutan Jaksa.
Sadisnya Ronald secara berencana sebelum melakukan kekerasan seksual terhadap Kezia Mamansa dengan sengaja Ronald menjemput korban Kezia dari rumahnya lalu membawa korban ke salah satu hutan bakau diujung landasan bandara Udara di Sorong kemudian memperkosa korban secara berulang-ulang bersama-sama rekannya Lewi.
Dua orang pelaku kemudian selepas melakukan kejahatan seksual terhadap korban, sadisnya dan Kewi Ronald kemudian mencekik leher korban lalu untuk menghilangkan jejaknya, Ronald dan Lewi membenamkan korban sampai kedasar air hutan Bakau bercampur lumpur dengan posisi masih bernafas.
Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai institusi independen dan sebagai lembaga representasi perlindungan anak di Indonesia, untuk menerapkan ketentuan pasal 81 ayat 1, 3 dan ayat 4 dari UU RI No. 17 Tahun 2016 Tentang Penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) no. 01 tahun 2016 mengenai Perubahahan kedua UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendorong JPU untuk segera kasasi atas putusan hakim PN Sorong, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.
Aris Merdeka Sirait menambahkan mengingat sejak tahun 2013 usulan lahirnya penetapan kejahatan seksual agar disetarakan dengan tindak pidana korupsi, narkoba, dan terorisme kepada pemerintah adalah salah satu gagasan Komnas Perlindungan anak, maka Komnas anak selaku lembaga yang peduli tethadap anak, patut dan mempunyai kepentingan dalam setiap kejahatan seksual terhadap anak, para predator kejahatan terhadap kemanusiaan dikenakan ketentuan UU RI No. 17 tahun 2016 selain UU RI No. 35 tahun 2014.
Pada intinya, demi keadilan dan kepentingan terbaik bagi anak, dan efek jera bagi pelaku serta untuk memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia termasuk di Kota Sorong agar setiap pelaku kejahatan srksual dapat dikenakan dijerat dengan undang-undang tersebut. Oleh karenanya demi kepentingan terbaik dan yang utama bagi anak (do the best interest of the child).(*)
BERITA TERKAIT : PUTUSAN PN LUBUKPAKAM KELIRU DAN MENCEDERAI HARKAT DAN MARTABAT ANAK!
Dalam Undang-undang menyebut bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan Kejahatan Pidana Luar Biasa (Extravordinary Crime) setara dengan tindak pidana korupsi, Narkoba dan Terorisme yang dapat diancam dengan hukuman seumur hidup dan atau hukuman mati.
Maka melalui perintah undang-undang penanganannya harus dilakukan melalui Pendekatan Luar Biasa (Extra Ordinary) dan berkeadilan bagi korban.
BERITA TERKAIT : WASPADA...! KEJAHATAN SEKSUAL FEDOFILIA MENGINTAI ANAK DI INDONEDIA...
Atas dasar pemikiran dan kejinya para pelaku (Predator) Kejahatan Seksual Terhadap Anak dan betapa seringnya aksi para monster kejahatan terhadap anak melakukan kejahatannya dengan menghilangkan secara paksa hak hidup anak yang sebelumnya dilakukan kejahatan seksual secara sadis dan biadap.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sorong menuntut 2 terdakwa masing-masing Ronald Waggaimu dan Lewi Boboga dengan tuntutan hukum seumur hidup dan hukuman mati ditambahkan dengan tuntutan tambahan pengungkapan identitas diri korban kepada publik.
BACA Juga : Alasan “Gila” Perkara Bakal Dihentikan...! Korban Pencabulan Anak di Wonomulyo Minta Pendampingan LBH...
Namun pada kenyataan pada Sidang Pembacaan Keputusan oleh Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara kejahatan seksual ini di PN Sorong. Kamis (24/08/17) membebaskan Ronald Waggaimu dari hukuman mati serta membebaskan Lewi Boboga dari hukuman tambahan pengungkapan identitas pelaku sebagai pelaku kejahatan seksual kepada publik.
Dalam sidang putusan PN Sorong yang dipimpin Majelis Hakim Gracely Manuhutu, kedua terdakwa yakni Ronal dan Lewi hanya divonis dengan hukumam seumur hidup.
BACA Juga : TERKENDALA BIAYA...! KASUS PENCABULAN BOCAH 8 TAHUN DI POLMAN TERSENDAT....
Atas putusan Hakim yang memeriksa perkara kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa Ronald dan Lewi di PN Sorong membuat Ketua Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong Achmad Mudor kepada media di Sorong menyatakan berpikir-pikir untuk melakukan kasasi atas putusan hakim ke Mahkamah Agung (MA).
Demikian juga pelaku melalui kuasa hukumnya Fernandes Ginuny menyatakan juga pikir-pikir untuk melakukan kasasi setelah berdiskusi kepada keluarga pelaku.
BACA Juga : PERKARA TERSENDAT...! KAPOLRES POLMAN AMBIL ALIH KASUS PENCABULAN ANAK DI WONOMULYO
Atas putusan Majelis Hakim yang membebaskan salah seorang terdakwa dari hukuman mati, keluarga Kezia Mamansa (7) korban kejahatan seksual yang diwakili YENTI nenek korban menyatakan putusan membebaskan Ronald Wanggaimu dari hukuman mati sebagai pelaku utama adalah tidak berkeadilan.
Sebab Ronald Wanggaimu adalah pelaku utama yang sangat sadis dan keji dan perlu mendapat hukuman yang setimpal, yakni hukuman mati seperti tuntutan Jaksa.
Sadisnya Ronald secara berencana sebelum melakukan kekerasan seksual terhadap Kezia Mamansa dengan sengaja Ronald menjemput korban Kezia dari rumahnya lalu membawa korban ke salah satu hutan bakau diujung landasan bandara Udara di Sorong kemudian memperkosa korban secara berulang-ulang bersama-sama rekannya Lewi.
Dua orang pelaku kemudian selepas melakukan kejahatan seksual terhadap korban, sadisnya dan Kewi Ronald kemudian mencekik leher korban lalu untuk menghilangkan jejaknya, Ronald dan Lewi membenamkan korban sampai kedasar air hutan Bakau bercampur lumpur dengan posisi masih bernafas.
Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai institusi independen dan sebagai lembaga representasi perlindungan anak di Indonesia, untuk menerapkan ketentuan pasal 81 ayat 1, 3 dan ayat 4 dari UU RI No. 17 Tahun 2016 Tentang Penerapan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) no. 01 tahun 2016 mengenai Perubahahan kedua UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendorong JPU untuk segera kasasi atas putusan hakim PN Sorong, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.
Aris Merdeka Sirait menambahkan mengingat sejak tahun 2013 usulan lahirnya penetapan kejahatan seksual agar disetarakan dengan tindak pidana korupsi, narkoba, dan terorisme kepada pemerintah adalah salah satu gagasan Komnas Perlindungan anak, maka Komnas anak selaku lembaga yang peduli tethadap anak, patut dan mempunyai kepentingan dalam setiap kejahatan seksual terhadap anak, para predator kejahatan terhadap kemanusiaan dikenakan ketentuan UU RI No. 17 tahun 2016 selain UU RI No. 35 tahun 2014.
Pada intinya, demi keadilan dan kepentingan terbaik bagi anak, dan efek jera bagi pelaku serta untuk memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia termasuk di Kota Sorong agar setiap pelaku kejahatan srksual dapat dikenakan dijerat dengan undang-undang tersebut. Oleh karenanya demi kepentingan terbaik dan yang utama bagi anak (do the best interest of the child).(*)