Suasana Pelaksanaan Tarawi di Masjid Syuhada Polman |
POLEWALITERKINI.NET – Tarawi ke 5 di Masjid Raya Agung Syuhada Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, penceramah membahas tentang kokohnya bangunan ukhuwah islamiyah diantara sesama masyarakat dalam memahami politik. Minggu malam (20/05/2018).
BERITA TERKAIT : TARAWI KE 2, INI KATA KETUA DPRD & IMAM MASJID RAYA POLMAN!
Pada kesempatan ceramah tarawinya, Dr. H. M. Basri Mahmud Lc MthI menyampaikan, bahwa pemahaman masyarakat tentang politik sudah bergeser, sebab kejahatan penipuan oleh temannya sendiri dinilainya sebagai politik.
“Pemahaman politik masyarakat kurang enak diterima, kenapa karena kalau ada orang tertipu oleh temannya sendiri langsung mengatakan bahwa ‘NAPOLITI KA’ seakan akan ‘POLITIK’ itu adalah melakukan pendustaan dan beberapa kejahatan lainnya”.
Bahkan lanjutnya, sebagian anak yang akan masuk keperguruan tinggi dan memilih Ilmu Politik mendapatkan kata yang pertama dari orang tuanya “Nak Janganmi pilih itu jurusan membodohi orang”.
“Kenapa demikian? Distori pemikiran ini dipicu oleh politisi yang minim ilmu politik, sehingga hanya memikirkan tujuan gagal caranya. Tujuan Baik cara baik = baik, tujuan baik cara tidak baik = tidak baik.” Ujar Dr. H. M. Basri Mahmud Lc MthI dalam ceramah tarawinya.
Sebenarnya dalam kamusnya ilmu politik tak seperti yang digambarkan oleh sebagian masyarakat, ilmu politik adalah ilmu tentang Tata Negara dan Kenegaraan, bukan ilmu membodohi atau menipu orang, mencelakai orang dan lain sebagainya.
Sekarang ini kata dia, kita sudah berada di panggung perpolitikan, banyak perbedaan dan tidak sedikit mengarah kepada pertengkaran, permusuhan, bahkan lebih para kalau ada dalam 1 rumah 3 orang berbeda warna “Bapaknya baju merah, anaknya biru, ibunya kuning”.
Bagaimana menyikapi perbedaan karena kita masuk dalam panggung perpolitikan? Pertama adalah jangan mencari perbedaannya tapi cari perumpamaannya. “Karena kalau perbedaannya yang kita cari tidak ada ujungnya”.
“Hari ini dimusuhi karena tak bertuhan dan ketika dia bertuhan masih dimusuhi, tidak sama tuhannya. Ketika sama tuhannya masih dimusuhi karena tidak sama Nabinya. Ketika sama Nabinya masih juga dimusuhi, kenapa beda alirannya pak. Ketika alirannya sama tetap dimusuhi karena beda pendapatnya, beda partainya dan jagoannya, sehingga perbedaaannya tak berujung”.
Dia mencontohkan sandal jepit, berbeda kiri – kanan namun perbedaan itu membuat keserasian dan pas digunakan karena disebut satu pasang, artinya berbeda namun memiliki fungsi dan saling menguatkan dari perbedaan, bukan mencari perbedaan.
Kedua perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan karena sudah ditakdirkan oleh ALLAH, dari perbedaan perbedaan itu mengarah pada saling berinteraksi dalam ukhuwah islamiyah dengan mengoptimalkan silaturahim.
“Jika toko dan jualannya sama tentu tidak akan ada pembeli, namun karena perbedaan sehingga orang butuh berinteraksi, hingga dari perbedaan itu timbul jalinan ukhuwah islamiyah diantara kita, bukan malah mengerucut pada pertikaian, permusuhan dan mungkin jadi pembunuhan”.
Cara ketiga menyikapi perbedaan dengan memahami bahwa dalam kehidupan ini hanya tujuan pusaran saja, hakikinya kita hanya menjalani roda yang sudah ditentukan oleh ALLAH “Kita ibarat tukang parkirnya TUHAN, apa yang ada sama kita berupa harta, ilmu, kesehatan hanya titipan dan tidak bertahan lama, kalau ALLAH mau ambil kita mau apa”.
Diakhir ceramahnya mengajak pada seluruh jemaah untuk menerimah perbedaaan, jika ada pendapat tentu ada salahnya dan mungkin juga ada benarnya. Jadikan perbedaan sebagai sarana untuk menjalin ukhuwah islamiyah yang tak mengarah pada pertikaian.
BERITA TERKAIT : TARAWI KE 2, INI KATA KETUA DPRD & IMAM MASJID RAYA POLMAN!
Pada kesempatan ceramah tarawinya, Dr. H. M. Basri Mahmud Lc MthI menyampaikan, bahwa pemahaman masyarakat tentang politik sudah bergeser, sebab kejahatan penipuan oleh temannya sendiri dinilainya sebagai politik.
“Pemahaman politik masyarakat kurang enak diterima, kenapa karena kalau ada orang tertipu oleh temannya sendiri langsung mengatakan bahwa ‘NAPOLITI KA’ seakan akan ‘POLITIK’ itu adalah melakukan pendustaan dan beberapa kejahatan lainnya”.
Bahkan lanjutnya, sebagian anak yang akan masuk keperguruan tinggi dan memilih Ilmu Politik mendapatkan kata yang pertama dari orang tuanya “Nak Janganmi pilih itu jurusan membodohi orang”.
“Kenapa demikian? Distori pemikiran ini dipicu oleh politisi yang minim ilmu politik, sehingga hanya memikirkan tujuan gagal caranya. Tujuan Baik cara baik = baik, tujuan baik cara tidak baik = tidak baik.” Ujar Dr. H. M. Basri Mahmud Lc MthI dalam ceramah tarawinya.
Sebenarnya dalam kamusnya ilmu politik tak seperti yang digambarkan oleh sebagian masyarakat, ilmu politik adalah ilmu tentang Tata Negara dan Kenegaraan, bukan ilmu membodohi atau menipu orang, mencelakai orang dan lain sebagainya.
Sekarang ini kata dia, kita sudah berada di panggung perpolitikan, banyak perbedaan dan tidak sedikit mengarah kepada pertengkaran, permusuhan, bahkan lebih para kalau ada dalam 1 rumah 3 orang berbeda warna “Bapaknya baju merah, anaknya biru, ibunya kuning”.
Bagaimana menyikapi perbedaan karena kita masuk dalam panggung perpolitikan? Pertama adalah jangan mencari perbedaannya tapi cari perumpamaannya. “Karena kalau perbedaannya yang kita cari tidak ada ujungnya”.
“Hari ini dimusuhi karena tak bertuhan dan ketika dia bertuhan masih dimusuhi, tidak sama tuhannya. Ketika sama tuhannya masih dimusuhi karena tidak sama Nabinya. Ketika sama Nabinya masih juga dimusuhi, kenapa beda alirannya pak. Ketika alirannya sama tetap dimusuhi karena beda pendapatnya, beda partainya dan jagoannya, sehingga perbedaaannya tak berujung”.
Dia mencontohkan sandal jepit, berbeda kiri – kanan namun perbedaan itu membuat keserasian dan pas digunakan karena disebut satu pasang, artinya berbeda namun memiliki fungsi dan saling menguatkan dari perbedaan, bukan mencari perbedaan.
Kedua perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan karena sudah ditakdirkan oleh ALLAH, dari perbedaan perbedaan itu mengarah pada saling berinteraksi dalam ukhuwah islamiyah dengan mengoptimalkan silaturahim.
“Jika toko dan jualannya sama tentu tidak akan ada pembeli, namun karena perbedaan sehingga orang butuh berinteraksi, hingga dari perbedaan itu timbul jalinan ukhuwah islamiyah diantara kita, bukan malah mengerucut pada pertikaian, permusuhan dan mungkin jadi pembunuhan”.
Cara ketiga menyikapi perbedaan dengan memahami bahwa dalam kehidupan ini hanya tujuan pusaran saja, hakikinya kita hanya menjalani roda yang sudah ditentukan oleh ALLAH “Kita ibarat tukang parkirnya TUHAN, apa yang ada sama kita berupa harta, ilmu, kesehatan hanya titipan dan tidak bertahan lama, kalau ALLAH mau ambil kita mau apa”.
Diakhir ceramahnya mengajak pada seluruh jemaah untuk menerimah perbedaaan, jika ada pendapat tentu ada salahnya dan mungkin juga ada benarnya. Jadikan perbedaan sebagai sarana untuk menjalin ukhuwah islamiyah yang tak mengarah pada pertikaian.
Laporan : Sukriwandi