Sultan Sulaeman, S. Sos (Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat) |
BNNK Polman Melakukan Tes Urine |
Di sana digelar Sosialisasi Narkoba untuk para siswa. Kami disambut hangat beberapa dewan guru, lalu disilakan menuju ruangan. Puluhan siswa diminta untuk lekas masuk. Suasana gaduh tak terelakkan. Kami masih berdiri menunggu suasana lebih kondusif.
“Pak…! Sepertinya agak berat, saya kenal karakter anak-anak di sini!”
Bisik teman. Suasana gaduh masih saja berlanjut. Di ruangan itu, beberapa guru nampak tak berdaya. Saya berusaha tenang.
“Sudah bisa dimulai Pak!” Seorang guru memberikan lampu hijau. Lalu mengeraskan suara sambil melotot ke arah siswa. Memberi instruksi agar tenang. Acara sosialisasi dimulai.
Di hadapan saya, ada sekitar 50 orang remaja yang menggenggam masa depan daerah bahkan bangsa dan negara. Kelak, beberapa tahun ke depan, mereka inilah yang akan menjadi penguasa, pengusaha, pengajar, dokter, dan ragam profesi lain yang akan menopang sendi pembangunan negeri.
Namun, membayang pula ragam ketakutan, jika anak-anak ini salah jalan. Saya, menyapu seluruh ruangan. Menghentikan pandangan pada sosok guru yang berdiri termenung di sudut ruangan. Saya sadar, betapa berat hari-hari beliau sebagai pendidik.
Saat ini, kita hidup di era di mana segalanya serba bebas dan tidak terbatas. Generasi millenial dengan ragam asesorinya mulai dominan. Tak ada lagi sekat, dengan internet dan perangkat telepon genggam, kita terhubung ke dalam komunitas satu dunia.
Dunia laksana selebar daun kelor, kelihatan mungil. Dengan teknologi yang jauh terasa dekat, yang dekat tak ada lagi sekat. Inilah perubahan paling revolusioner dalam kehidupan manusia akhir-akhir ini.
Perubahan ini juga mendorong menjamurnya hal-hal destruktif. Satu yang mengerikan adalah penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Narkoba merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Narkoba menjadi momok saat ini, menjadi alat perusak dan pembunuh paling radikal.
Klaim ini tidak berlebihan sebab temuan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) Tahun 2017, berdasarkan survei yang dilakukan di 34 Provinsi menemukan jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia sebesar 3,3 juta.
Tersebar sebanyak 2 juta pengguna di lingkungan kerja (59,3%), 800 ribu pengguna di lingkungan pendidikan (23,7%), dan di lingkungan masyarakat sebanyak 573 ribu (17%). Diperkirakan jumlah orang meninggal karena over dosis 30 orang per harinya. Angka-angka tersebut cenderung mengalami peningkatan sebab jumlah pecandu baru terus bertambah setiap hari.
Angka 800 ribu orang (23,7%) penyalaah guna di lingkungan pendidikan patut diwaspadai. Ini tampak seperti gunung es, hanya kelihatan permukaannya, namun sejatinya, angka yang tak terlihat jauh lebih besar. Bukan hanya para pendidik yang patut waspada, namun para orang tua harus jauh lebih mawas.
JENIS NARKOBA YANG SERING DISALAHGUNAKAN SISWA
Wa Sari (60) salah seorang warga di lingkungan tempat tinggal saya menyebut bahwa di rumahnya, saat pulang sekolah tiba, ada banyak anak sekolah (SLTP) berkumpul dan membawa lem fox lalu dihirup beramai-ramai.
Karena tahu saya kerja di BNN, Wa Sari mempertanyakan tentang lem fox itu. Saya jelaskan bahwa lem fox masuk ke dalam golongan bahan adiktif (zat inhalansia atau solven), termasuk narkoba. Memiliki sifat psikoaktif dan dapat menyebabkan ketergantungan/kecanduan. Penggunaannya dengan dihirup karena kandungan di dalamnya mudah menguap.
Contoh lain selain lem fox adalah aerosol, tinner, isi korek api gas, bensin, cairan untuk pembersih lantai atau cermin, aica aibon, dan lem castol. Penggunaan secara terus-menerus akan menyebaban kerusakan fungsi otak.
Penggunaan zat inhalansia marak oleh kalangan anak-anak di bawah umur dan remaja usia sekolah. Harganya yang relatif lebih murah dan nyaris tidak ada pengawasan penyebab penyalahgunaan pada zat ini.
Minimnya pengawasan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan tak acuhnya para penjual (toko bangunan misalnya). Semestinya, anak-anak yang hendak membeli mesti ditanya tentang penggunaannya.
Ini bentuk awal untuk mengorek informasi lebih lanjut. Maka semua pihak memang diharapkan bisa lebih melek. Orang tua dan pendidik diharapkan jauh lebih kritis menanggapi persoalan ini agar tidak terkecoh.
Jenis lain yang sering disalahgunakan, obat-obat yang masuk dalam Daftar G (Gevaarlijk) atau berbahaya adalah jenis obat-obatan yang memiliki proedur ketat dalam penyebarannya. Harus sesuai dengan resep dokter karena kandungan bahan berbahaya di dalamnya akan menyebabkan masalah kesehatan serius jika disalahgunakan. Masuk dalam jenis ini adalah PCC (Paracetamol Cafein Corisoprodol), Tramadol (dodol), Trihexyphenidyl (bojek).
Seorang teman Penyuluh Narkoba BNN Provinsi Sulawesi Barat bercerita bahwa salah satu sekolah yang pernah dikunjunginya melakukan razia dan menemukan PCC. Oleh guru dikonfirmasi ke siswa. Siswa menjawab enteng bahwa itu obat sakit kepala. Guru hanya manut dan menyerahkan kembali PCC tersebut ke siswa tanpa curiga. Padahal kuat dugaan PCC itu disalahgunakan.
Selama ini, banyak yang menganggap bahwa kegiatan sosialisasi/penyuluhan yang dilakukan oleh BNN tidak ada manfaatnya. Padahal sosialisasi adalah upaya untuk mengedukasi masyarakat, pendidik, orang tua, dan aparat tentang maraknya penyalahgunaan narkoba. Harapannya adalah agar semua pihak dapat saling bahu membahu dalam upaya pencegahan dan pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Jenis obat-obatan lain yang sering disalahgunakan adalah obat yang masuk dalam jenis Obat Bebas Terbatas atau sebelumnya dikenal Obat Daftar W (Waarschuwing: peringatan). Ditandai dengan lingkaran biru bergaris tepi hitam pada kemasan. Salah satu contohnya adalah Komix. Obat jenis ini dapat dengan mudah dibeli di apotek atau di warung-warung tetangga tanpa menggunakan resep dokter. Sehingga upaya antisipasi memang perlu dilakukan dengan melakukan proteksi pengetahuan sejak dini.
ROKOK SEBAGAI PINTU MASUK
Setuju atau tidak, rokok menjadi pintu masuk bagi anak usia sekolah menyalahgunakan narkoba. Data BNN RI mengutip hasil disertasi Sabarinah menunjukkan bahwa pecandu rokok berpeluang 63,1% (bagi pria) dan 51,4% (bagi wanita) untuk mencoba-coba ganja dan narkoba jenis lainnya. Hasil Riskesdas (2013) Indonesia masuk negara terbanyak perokok se-Asia dengan persentase 51,1% dari total jumlah penduduk.
Jumlah perokok aktif di Indonesia 141,44 juta (64,3% dari seluruh populasi penduduk 220 juta jiwa). Jumlah ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari jumlah perokok aktif itu, tercatat 78,2% adalah remaja. Perokok usia muda 5-9 tahun meningkat empat kali lipat setiap tahunnya.
Dengan pemaparan angka-angka tersebut, jelas bahwa makin ke sini tantangan generasi kita kian rumit. Orang tua dan para pendidik harus bekerja keras menghalau hal-hal destruktif. Rokok bukan lagi barang tabu di kalangan pelajar. Munculnya Peraturan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) belum efektif untuk mengurangi konsumsi rokok. Jelas, tugas mendidik tak elok jika diserahkan sepenuhnya kepada institusi pendidikan.
KELUARGA GARDA TERDEPAN
Justru, keluarga harus terdepan dalam memastikan anggota keluarganya terjaga dari narkoba. Bagi kepala keluarga, karena dipahami bahwa rokok adalah pintu awal bagi munculnya penyalahgunaan narkoba, perlu untuk lebih bijak dan berhati-hati. Misalnya, tidak menyuruh anak-anak belanja rokok, atau merokok di depan anak-anak. Karena dipahami bahwa anak adalah peniru nomor satu di dunia.
Penciptaan lingkungan keluarga yang positif adalah upaya paling fundamental yang harus digalakkan. Betapa banyak, anak-anak yang mulai kehilangan sosok panutan. Keluarga tak lagi menjadi tempat yang nyaman. Rumah bukan lagi tempat kembali yang paling diharapkan. Orang tua (ayah dan ibu) berubah jadi musuh. Anak-anak mencari teman lain di luar lingkungan keluarganya. Hal yang paling mungkin terjadi, anak-anak salah jalan, salah bergaul, akhirnya terjerumus dalam lingkaran gelap penyalahgunaan narkoba.
Padahal, jika keluarga kondusif, langkah selanjutnya bisa dilakukan. Memastikan anak-anak bergaul dengan teman-teman yang positif. Perlu orang tua tahu, dengan siapa anaknya berteman, apa yang mereka lakukan.orang tua perlu kritis untuk memastikan bahwa anak-anak tidak salah langkah.
Selain itu, mengontrol aktivitas anak juga perlu. Anak bisa difasilitasi dengan ragam gawai namun tetap perlu diawasi. Buat mereka bertanggung jawab terhadap segala fasilitas itu. Yang terpenting, menjadikan anak-anak tetap aman dan nyaman berinteraksi dengan orang tuanya tanpa merasa diawasi. Tak ada jalan lain memang selain meleburkan diri dengan dunia anak-anak kita. Gaya otoritarian tak lagi efektif untuk ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga. Memosisikan diri sebagai teman-teman bagi anak-anak kita adalah upaya menumbuhkan iklim demokratis dalam keluarga.
Narkoba menjadi amat berbahaya sebab daya rusak yang ditimbulkannya permanen. Kerusakan yang diakibatkan narkoba rangsung menyerang otak sebagai pusat kendali bagi tubuh manusia. Sehingga BNN dalam setiap kesempatan menyampaikan bahwa, bagi mereka yang terpapar narkoba tempatnya hanya tiga: rumah sakit, penjara, dan kuburan. Kuat dugaan, bahwa narkoba saat ini telah menjadi alat perang yang paling efektif.
Dengan angka temuan narkoba yang terus meningkat setiap tahunnya, BNN merilis bahwa ada sekitar 200 ton narkoba jenis sabu yang masuk ke Indonesia setiap tahun yang dikirim dari Tiongkok. Indonesia menjadi pasar potensial dan menjadi target pasar narkoba terbesar di dunia. Perdagangan gelap narkoba di Indonesia dijalankan oleh jaringan internasional: Afrika Barat, Iran, Tiongkok, Pakistan, Malaysia, Eropa. Sampai di sini kita memang patut waspada. Semoga kita dan keluarga terlndung dari barang haram bernama narkoba.
Penulis : Sultan Sulaeman, S. Sos (Kepala Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat)