POLEWALITERKINI.NET – Sudah sepekan terakhir, wilayah Mamasa Sulawesi Barat, diguncang gempa tektonik yang beruntun dan hingga saat ini belum berakhir. Aktivitas gempa tektonik ini dimulai sejak hari Sabtu tanggal 3 November 2018. Gempa yang pertama kali ini terjadi dengan magnitudo 3,7 pada pagi dini hari pukul 3.40.38 WITA.
Di hari ke-1 tercatat kejadian sebanyak 17 gempa. Gempa paling kuat yang terjadi memiliki magnitudo 4,9. Dampak gempa berupa guncangan dirasakan dirasakan di wilayah Mamasa dalam skala intensita III-IV MMI, Toraja III MMI, dan Mamuju II MMI.
Hari ke-2 Minggu tanggal 4 November 2018 jumlah aktivitas gempa menurun hanya sebanyak 8 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat memiliki magnitudo 4,7 yang dirasakan di Mamuju II MMI, Toraja III MMI, dan Mamasa III-IV MMI.
Memasuki Hari ke-3 Senin tanggal 5 November 2018, gempa masih terus terjadi, namun jumlah aktivitas gempanya menurun hanya sebanyak 6 gempa. Pada hari ke-3 ini kekuatan gempanya cenderung melemah karena hanya berkisar magnitudo antara 2,0 hingga 3,0.
Pada hari ke-4 Selasa tanggal 6 November 2018, tanpa diduga jumlah aktivitas gempa meningkat tajam hingga mencapai sebanyak 52 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat mencapai magnitudo 5,5 pada pagi dini hari pukul 2.35.53 WITA. Ini adalah gempa yang paling kuat yang terjadi dengan dampak guncangan paling kuat. Gempa di hari ke-4 ini dirasakan di wilayah yang luas seperti di wilayah Mamasa mencapai skala intensitas IV MMI, Mamuju, Toraja, Polewali, dan Majene III-IV MMI, bahkan hingga di Palopo III MMI.
Memasuki hari ke-5 Rabu tanggal 7 November 2018, gempa masih terus terjadi dengan jumlah gempa mencapai sebanyak 47 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat terjadi dengan magnitudo 5,0 pada pagi hari pukul 5.42.26 WITA. Gempa ini dilaporkan dirasakan di Mamuju dan Mamasa mencapai skala intensitas III-IV MMI.
Hari ke-6 Kamis tanggal 8 November 2018 aktivitas gempa terus meningkat yang ditandai dengan aktivitas gempa mencapai sebanyak 67 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat terjadi dengan magnitudo 5,1 yang terjadi pada pukul 21.40.15 WITA. Gempa ini dirasakan dalam spektrum guncang dalam wilayah yang luas, seperti di wilayah Mamasa dalam skala intensutas IV MMI, Mamuju, Toraja, Toraja Utara, Polewali mandar, Majene III MMI, dan Pasangkayu II MMI.
Hingga hari ke-7 Jumat tanggal 9 November 2018, aktivitas gempa masih terjadi. Jumlah sementara sejak dinihari tadi sudah tercatat sebanyak 20 gempa. Melihat tren frekuensi gempa yang terjadi, tampaknya aktivitas gempa di Mamasa masih akan terjadi.
Berdasarkan data di atas, tampak bahwa total aktivitas gempa Mamasa sejak tanggal 3 hingga 9 November 2018 pagi hari ini, sudah terjadi sebanyak 217 gempa. Sebanyak 39 gempa diantaranya adalah gempa yang dampak guncangannya dirasakan oleh masyarakat.
Memperhatikan tren frekuensi kejadian gempa yang terjadi, tampak ada kecenderungan adanya sebuah peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah Mamasa. Jika jumlah aktivitas gempa pada 3 hari pertama hanya sebanyak 31 gempa, maka pada 3 berikutnya jumlah aktivitas gempa melonjak menjadi 116 gempa. Artinya, dalam waktu sepekan telah terjadi peningkatan jumlah aktivitas gempa yang sangat signifikan. Aktivitas gempa paling banyak terjadi pada hari Kamis 8 November 2018 yang mencapai sebanyak 67 gempa dalam sehari.
Ditinjau dari kekuatan atau magnitudonya, aktivitas gempa di Mamasa didominasi oleh gempa dengan magnitudo kurang dari 4,0. Dari sebanyak 217 gempa yang terjadi hanya 3 gempa saja memiliki magnitudo 5,0.
Jika memperhatikan distribusi aktivitas gempa Mamasa, tampak ada kesesuaian dengan keberadaan struktur Sesar Saddang. Klaster sebaran aktivitas gempa masih terkonsentrasi pada zona jalur sesar ini. Fakta ini yang menjadi dasar bahwa aktivitas gempa Mamasa tampaknya berkaitan erat dengan reaktivasi aktivitas Sesar Saddang.
Dalam Peta Geologi Sulawesi, jalur Sesar Saddang tampak melintas dari pesisir Pantai Mamuju Sulawesi Barat memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian Tengah lalu ke Sulawesi Selatan bagian Selatan, selanjutnya bersambung dengan Sesar Walanae. Di wilayah Mamasa perlitasan jalur Sesar Saddang ini berarah barat laut - tenggara. Di segmen inilah aktivitas gempa beruntun saat ini terjadi. Berdasarkan mekanismenya, Sesar Sadang di segmen ini merupakan sear geser dengan arah pergeseran mengiri (sinistral strike-slip).
Berdasarkan analisis mekanisme sumber 3 gempa signifikan berkekuatan 5,0 yang terjadi di Mamasa, menunjukkan bahwa ketiga gempa ini memiliki kesesuaian mekanisme yaitu sesar mendatar (strike-slip) dengan pergerakan mengiri. Sehingga cukup beralasan jika disebutkan bahwa peningkatan aktivitas gempa di wilayah Mamasa ini memang berkaitan dengan aktivitas Sesar Saddang dengan pergeseran mengiri (sinistral strike-slip).
Terkait meningkatnya aktivitas gempa di wilayah Mamasa, ada 2 sebab yang kemungkinan melatarbelakangi terjadinya aktivitas gempa yang kemungkinan melatarbelakangi terjadinya aktivitas gempa yang beruntun ini. Pertama, struktur Sesar Saddang memang dikenal sebagai sesar aktif, tetapi sudah lama tidak memicu aktivitas gempa yang signifikan. Sehingga wajar jika saat ini Sesar Sadang dalam fase akumulasi stress maksimum dan saatnya melepaskan energinya yang dimanifestasikan sebagai aktivitas gempa yang beruntun kejadiannya.
Kedua, ada dugaan bahwa meningkatnya aktivitas kegempaan di Mamasa ini terpicu oleh aktivitas gempa kuat di Palu-Donggala M=7,4. Sangat mungkin transfer stress statis yang positif dan besar mereaktivasi struktur Sesar Sadang yang letaknya di selatan Sesar Palu Koro. Hasil analisis Static Coulomb Stress Changes gempa Palu-Donggala dapat menjelaskan fenomena kemungkinan terjadinya picuan ini.
Meskipun belum ada laporan terjadinya kerusakan bangunan rumah sebagai akibat dampak gempa, tetapi dengan makin seringnya terjadi gempa dirasakan di wilayah ini telah menjadikan masyarakat Mamasa dan sekitarnya menjadi resah. Hal ini wajar karena wilayah Mamasa selama ini memang termasuk kawasan aktivitas kegempaan rendah (low seismicity) dan catatan gempa merusak di daerah ini sangat jarang. Sehingga wajar jika masyarakat setempat menjadi resah akibat adanya aktivitas gempa yang dinilai tidak lazim ini.
Terkait meningkatnya aktivitas kegempaan di Mamasa, dilaporkan beberapa warga sempat mengungsi ke Wilayah Toraja dan daerah lainnya karena adanya kekhawatiran akan terjadi gempa kuat. Hal ini dapat dipahami karena pasca terjadinya gempa merusak di Lombok dan Palu, masyarakat Mamasa diliputi ketakutan dan kekhawatiran terkait meningkatknya aktivitas gempa di daerahnya.
Untuk menciptakan ketenangan masyarakat di Mamasa, BMKG Pusat Jakarta sudah menugaskan dan memberangkatkan tim survei dari Balai Besar BMKG Wilayah IV Makassar untuk memberikan penjelasan dan sosialisasi mitigasi gempabumi. Ini penting agar masyarakat setempat menjadi lebih waspada dan memahami cara-cara selamat dalam menghadapi gempa. BMKG juga memonitor aktivitas gempa susulan di Mamasa dengan memasang portable digital seismograf. Untuk itu, kepada masyarakat Mamasa dan sekitarnya dihimbau agar tetap tenang dan waspada, tidak mudah terpengaruh oleh isu dan berita bohong (hoax) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Di hari ke-1 tercatat kejadian sebanyak 17 gempa. Gempa paling kuat yang terjadi memiliki magnitudo 4,9. Dampak gempa berupa guncangan dirasakan dirasakan di wilayah Mamasa dalam skala intensita III-IV MMI, Toraja III MMI, dan Mamuju II MMI.
Hari ke-2 Minggu tanggal 4 November 2018 jumlah aktivitas gempa menurun hanya sebanyak 8 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat memiliki magnitudo 4,7 yang dirasakan di Mamuju II MMI, Toraja III MMI, dan Mamasa III-IV MMI.
Memasuki Hari ke-3 Senin tanggal 5 November 2018, gempa masih terus terjadi, namun jumlah aktivitas gempanya menurun hanya sebanyak 6 gempa. Pada hari ke-3 ini kekuatan gempanya cenderung melemah karena hanya berkisar magnitudo antara 2,0 hingga 3,0.
Pada hari ke-4 Selasa tanggal 6 November 2018, tanpa diduga jumlah aktivitas gempa meningkat tajam hingga mencapai sebanyak 52 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat mencapai magnitudo 5,5 pada pagi dini hari pukul 2.35.53 WITA. Ini adalah gempa yang paling kuat yang terjadi dengan dampak guncangan paling kuat. Gempa di hari ke-4 ini dirasakan di wilayah yang luas seperti di wilayah Mamasa mencapai skala intensitas IV MMI, Mamuju, Toraja, Polewali, dan Majene III-IV MMI, bahkan hingga di Palopo III MMI.
Memasuki hari ke-5 Rabu tanggal 7 November 2018, gempa masih terus terjadi dengan jumlah gempa mencapai sebanyak 47 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat terjadi dengan magnitudo 5,0 pada pagi hari pukul 5.42.26 WITA. Gempa ini dilaporkan dirasakan di Mamuju dan Mamasa mencapai skala intensitas III-IV MMI.
Hari ke-6 Kamis tanggal 8 November 2018 aktivitas gempa terus meningkat yang ditandai dengan aktivitas gempa mencapai sebanyak 67 gempa dalam sehari. Gempa paling kuat terjadi dengan magnitudo 5,1 yang terjadi pada pukul 21.40.15 WITA. Gempa ini dirasakan dalam spektrum guncang dalam wilayah yang luas, seperti di wilayah Mamasa dalam skala intensutas IV MMI, Mamuju, Toraja, Toraja Utara, Polewali mandar, Majene III MMI, dan Pasangkayu II MMI.
Hingga hari ke-7 Jumat tanggal 9 November 2018, aktivitas gempa masih terjadi. Jumlah sementara sejak dinihari tadi sudah tercatat sebanyak 20 gempa. Melihat tren frekuensi gempa yang terjadi, tampaknya aktivitas gempa di Mamasa masih akan terjadi.
Berdasarkan data di atas, tampak bahwa total aktivitas gempa Mamasa sejak tanggal 3 hingga 9 November 2018 pagi hari ini, sudah terjadi sebanyak 217 gempa. Sebanyak 39 gempa diantaranya adalah gempa yang dampak guncangannya dirasakan oleh masyarakat.
Memperhatikan tren frekuensi kejadian gempa yang terjadi, tampak ada kecenderungan adanya sebuah peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah Mamasa. Jika jumlah aktivitas gempa pada 3 hari pertama hanya sebanyak 31 gempa, maka pada 3 berikutnya jumlah aktivitas gempa melonjak menjadi 116 gempa. Artinya, dalam waktu sepekan telah terjadi peningkatan jumlah aktivitas gempa yang sangat signifikan. Aktivitas gempa paling banyak terjadi pada hari Kamis 8 November 2018 yang mencapai sebanyak 67 gempa dalam sehari.
Ditinjau dari kekuatan atau magnitudonya, aktivitas gempa di Mamasa didominasi oleh gempa dengan magnitudo kurang dari 4,0. Dari sebanyak 217 gempa yang terjadi hanya 3 gempa saja memiliki magnitudo 5,0.
Jika memperhatikan distribusi aktivitas gempa Mamasa, tampak ada kesesuaian dengan keberadaan struktur Sesar Saddang. Klaster sebaran aktivitas gempa masih terkonsentrasi pada zona jalur sesar ini. Fakta ini yang menjadi dasar bahwa aktivitas gempa Mamasa tampaknya berkaitan erat dengan reaktivasi aktivitas Sesar Saddang.
Dalam Peta Geologi Sulawesi, jalur Sesar Saddang tampak melintas dari pesisir Pantai Mamuju Sulawesi Barat memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian Tengah lalu ke Sulawesi Selatan bagian Selatan, selanjutnya bersambung dengan Sesar Walanae. Di wilayah Mamasa perlitasan jalur Sesar Saddang ini berarah barat laut - tenggara. Di segmen inilah aktivitas gempa beruntun saat ini terjadi. Berdasarkan mekanismenya, Sesar Sadang di segmen ini merupakan sear geser dengan arah pergeseran mengiri (sinistral strike-slip).
Berdasarkan analisis mekanisme sumber 3 gempa signifikan berkekuatan 5,0 yang terjadi di Mamasa, menunjukkan bahwa ketiga gempa ini memiliki kesesuaian mekanisme yaitu sesar mendatar (strike-slip) dengan pergerakan mengiri. Sehingga cukup beralasan jika disebutkan bahwa peningkatan aktivitas gempa di wilayah Mamasa ini memang berkaitan dengan aktivitas Sesar Saddang dengan pergeseran mengiri (sinistral strike-slip).
Terkait meningkatnya aktivitas gempa di wilayah Mamasa, ada 2 sebab yang kemungkinan melatarbelakangi terjadinya aktivitas gempa yang kemungkinan melatarbelakangi terjadinya aktivitas gempa yang beruntun ini. Pertama, struktur Sesar Saddang memang dikenal sebagai sesar aktif, tetapi sudah lama tidak memicu aktivitas gempa yang signifikan. Sehingga wajar jika saat ini Sesar Sadang dalam fase akumulasi stress maksimum dan saatnya melepaskan energinya yang dimanifestasikan sebagai aktivitas gempa yang beruntun kejadiannya.
Kedua, ada dugaan bahwa meningkatnya aktivitas kegempaan di Mamasa ini terpicu oleh aktivitas gempa kuat di Palu-Donggala M=7,4. Sangat mungkin transfer stress statis yang positif dan besar mereaktivasi struktur Sesar Sadang yang letaknya di selatan Sesar Palu Koro. Hasil analisis Static Coulomb Stress Changes gempa Palu-Donggala dapat menjelaskan fenomena kemungkinan terjadinya picuan ini.
Meskipun belum ada laporan terjadinya kerusakan bangunan rumah sebagai akibat dampak gempa, tetapi dengan makin seringnya terjadi gempa dirasakan di wilayah ini telah menjadikan masyarakat Mamasa dan sekitarnya menjadi resah. Hal ini wajar karena wilayah Mamasa selama ini memang termasuk kawasan aktivitas kegempaan rendah (low seismicity) dan catatan gempa merusak di daerah ini sangat jarang. Sehingga wajar jika masyarakat setempat menjadi resah akibat adanya aktivitas gempa yang dinilai tidak lazim ini.
Terkait meningkatnya aktivitas kegempaan di Mamasa, dilaporkan beberapa warga sempat mengungsi ke Wilayah Toraja dan daerah lainnya karena adanya kekhawatiran akan terjadi gempa kuat. Hal ini dapat dipahami karena pasca terjadinya gempa merusak di Lombok dan Palu, masyarakat Mamasa diliputi ketakutan dan kekhawatiran terkait meningkatknya aktivitas gempa di daerahnya.
Untuk menciptakan ketenangan masyarakat di Mamasa, BMKG Pusat Jakarta sudah menugaskan dan memberangkatkan tim survei dari Balai Besar BMKG Wilayah IV Makassar untuk memberikan penjelasan dan sosialisasi mitigasi gempabumi. Ini penting agar masyarakat setempat menjadi lebih waspada dan memahami cara-cara selamat dalam menghadapi gempa. BMKG juga memonitor aktivitas gempa susulan di Mamasa dengan memasang portable digital seismograf. Untuk itu, kepada masyarakat Mamasa dan sekitarnya dihimbau agar tetap tenang dan waspada, tidak mudah terpengaruh oleh isu dan berita bohong (hoax) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
SUMBER : Jakarta, 9 November 2018 Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, RAHMAT TRIYONO, S.T., Dipl. Seis, M.Sc.