Ketua PPNI Polman, H Rusdianto Mundur Dari PNS |
POLEWALITERKINI.NET – Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagi kebanyakan orang adalah profesi yang menjanjikan. kerjanya tidak berat, dan setelah usia senja dapat pensiun pula. Tapi apa yang terjadi pada Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Cabang Polman.
BERITA TERKAIT : HAPUSKAN PERBUDAKAN MODEREN, RATUSAN PERAWAT DATANGI DPRD POLMAN!
Para perawat cukup mengenalnya, H. Rusdianto Ketua PPNI Cabang Polewali Mandar, Sulawesi Barat, justru menyatakan pengunduran dirinya sebagai status PNS di lingkup Dinas Kesehatan (Dinkes) dengan pangkat penata golongan III C.
Rusdianto yang sudah terangkat PNS sejak tahun 2000 menyatakan mengundurkan diri dengan melampirkan foto copy Surat Keputusan (SK) CPNS, SK PNS, kartu pegawai, KTP, dan SK terakhir bersama dan surat pernyataan.
BERITA TERKAIT : Keberadaan Honorer Serta Sanksi Perawat Ikut Unras, ini Kata Kadinkes & Pihak RSUD Polman!
Selembar surat pernyataan bermaterai 6000 yang dikirim ke bagian kepegawaian Dinkes Polman, menyatakan mundur, alasannya selain jenuh dan ingin merawat orang tua juga sebagai wujud tanggung jawab moril lantaran ratusan perawat sukarela di rumahkan di 8 Puskesmas.
Menurutnya, keputusan mundur sebagai PNS sudah ia pertimbangkan bahkan telah dikonsultasikan bersama keluarga, istri, anak dan saudara saudaranya.
"Pengunduran diri sebagai PNS sudah diketahui keluarga bahkan mereka mendukung apabila itu keputusan terbaik buat saya." Kata H. Rusdianto saat ditemui dirumahnya. Sabtu, 12 Mei 2018.
BERITA TERKAIT : Perjuangkan Perawat Hutang Bank Tak Soal, Ketua PPNI Konsisten Mundur ASN!
Sebab itu, Rusdianto berharap setelah surat pengunduran dirinya, Pemerintah Daerah serta DPRD bisa membuka mata dan telinga melihat nasib perawat sukarela yang masih banyak di gaji dari belas kasihan.
Kata dia, aksi unjuk rasa perawat honorer baru baru ini, karena mereka hanya mengadukan nasibnya ke DPRD dan Pemkab sebagai orang tuanya.
"Memang mereka yang menyandang status sukarela tidak dibenarkan diangkat menjadi PNS kami tahu itu, hanya saja anak anak perawat sukarela ini sekedar mencari solusi kepada orang tuanya, agar diberi upah layak." Jelas Ketua PPNI Cabang Polewali Mandar, H. Rusdianto.
Dia menambahkan, respon balik atas aksi unjuk rasa itu terlalu ekstrim dalam menyikapi perawat honorer menyampaikan aspirasi, padahal hak untuk menyampaikan pendapat sudah diatur di Undang undang.
"Bahkan sebagian dari mereka dilarang memegang alat medis saat kembali masuk ke puskesmas, yang paling banyak ruangan di rumah sakit itu adalah ruang perawatan." Terang H. Rusdianto.
Unjuk rasa perawat ini lanjutnya, merupakan aksi solidaritas memperjuangkan nasib perawat honorer tidak ada tendensi lain. adapun kata mogok kerja yang sempat terdengar hanyalah bahasa orasi, namun akhirnya mereka dirumahkan.
"Ini seperti ada intimidasi karena anak anak perawat dikumpul di rumah sakit kayak pengakuan dosa, seperti mau dihukum saat itu, saya memang sering matikan HP pasca unjuk rasa karena tekanan banyak dari berbagai pihak termasuk orang tua perawat sendiri." Beber H. Rusdianto.
Selain itu, Rusdianto menjelaskan perjuangan perawat sukarela mendapatkan upah layak sudah ke 3 kalinya, dengan berhasil digelarnya 3 kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) hingga ke ibu kota Provinsi Sulbar di Mamuju, namun hasilnya tak sesuai harapan.
"Profesi Perawat ini bukan lagi pembantu dokter, tapi malah sering melaksanakan tugas dokter tanpa upah, saya cuma mau perawat ku tersenyum, panggil lah saya presentase betapa pentingnya perawat di fasilitas kesehatan tapi jadilah pendengar yang baik." Tutup H. Rusdianto.
BERITA TERKAIT : HAPUSKAN PERBUDAKAN MODEREN, RATUSAN PERAWAT DATANGI DPRD POLMAN!
Para perawat cukup mengenalnya, H. Rusdianto Ketua PPNI Cabang Polewali Mandar, Sulawesi Barat, justru menyatakan pengunduran dirinya sebagai status PNS di lingkup Dinas Kesehatan (Dinkes) dengan pangkat penata golongan III C.
Rusdianto yang sudah terangkat PNS sejak tahun 2000 menyatakan mengundurkan diri dengan melampirkan foto copy Surat Keputusan (SK) CPNS, SK PNS, kartu pegawai, KTP, dan SK terakhir bersama dan surat pernyataan.
BERITA TERKAIT : Keberadaan Honorer Serta Sanksi Perawat Ikut Unras, ini Kata Kadinkes & Pihak RSUD Polman!
Selembar surat pernyataan bermaterai 6000 yang dikirim ke bagian kepegawaian Dinkes Polman, menyatakan mundur, alasannya selain jenuh dan ingin merawat orang tua juga sebagai wujud tanggung jawab moril lantaran ratusan perawat sukarela di rumahkan di 8 Puskesmas.
Menurutnya, keputusan mundur sebagai PNS sudah ia pertimbangkan bahkan telah dikonsultasikan bersama keluarga, istri, anak dan saudara saudaranya.
"Pengunduran diri sebagai PNS sudah diketahui keluarga bahkan mereka mendukung apabila itu keputusan terbaik buat saya." Kata H. Rusdianto saat ditemui dirumahnya. Sabtu, 12 Mei 2018.
BERITA TERKAIT : Perjuangkan Perawat Hutang Bank Tak Soal, Ketua PPNI Konsisten Mundur ASN!
Sebab itu, Rusdianto berharap setelah surat pengunduran dirinya, Pemerintah Daerah serta DPRD bisa membuka mata dan telinga melihat nasib perawat sukarela yang masih banyak di gaji dari belas kasihan.
Kata dia, aksi unjuk rasa perawat honorer baru baru ini, karena mereka hanya mengadukan nasibnya ke DPRD dan Pemkab sebagai orang tuanya.
"Memang mereka yang menyandang status sukarela tidak dibenarkan diangkat menjadi PNS kami tahu itu, hanya saja anak anak perawat sukarela ini sekedar mencari solusi kepada orang tuanya, agar diberi upah layak." Jelas Ketua PPNI Cabang Polewali Mandar, H. Rusdianto.
Dia menambahkan, respon balik atas aksi unjuk rasa itu terlalu ekstrim dalam menyikapi perawat honorer menyampaikan aspirasi, padahal hak untuk menyampaikan pendapat sudah diatur di Undang undang.
"Bahkan sebagian dari mereka dilarang memegang alat medis saat kembali masuk ke puskesmas, yang paling banyak ruangan di rumah sakit itu adalah ruang perawatan." Terang H. Rusdianto.
Unjuk rasa perawat ini lanjutnya, merupakan aksi solidaritas memperjuangkan nasib perawat honorer tidak ada tendensi lain. adapun kata mogok kerja yang sempat terdengar hanyalah bahasa orasi, namun akhirnya mereka dirumahkan.
"Ini seperti ada intimidasi karena anak anak perawat dikumpul di rumah sakit kayak pengakuan dosa, seperti mau dihukum saat itu, saya memang sering matikan HP pasca unjuk rasa karena tekanan banyak dari berbagai pihak termasuk orang tua perawat sendiri." Beber H. Rusdianto.
Selain itu, Rusdianto menjelaskan perjuangan perawat sukarela mendapatkan upah layak sudah ke 3 kalinya, dengan berhasil digelarnya 3 kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) hingga ke ibu kota Provinsi Sulbar di Mamuju, namun hasilnya tak sesuai harapan.
"Profesi Perawat ini bukan lagi pembantu dokter, tapi malah sering melaksanakan tugas dokter tanpa upah, saya cuma mau perawat ku tersenyum, panggil lah saya presentase betapa pentingnya perawat di fasilitas kesehatan tapi jadilah pendengar yang baik." Tutup H. Rusdianto.
Laporan : Z Ramadhana.