Otang Tua Rafli dan Adnan Nota |
Korban Sempat Dirawat Medis |
Warga ini Dilarikan Ke Rumah Sakit |
Karena Diduga Serangan DBD Warga Batetangga Dirawat |
BERITA TERKAIT : 6 Warga Batetangnga Terserang DBD, Dinkes Polman Terkendala Anggaran Fogging
Hingga kabar ini diterbitkan, warga setempat menyebut serangan penyakit ini menimpa warga Dusun Saleko, Kanang dan Dusun Rappoang. Sementara Dusun Biru, Kanang Bendungan, Penaniang dan Passembarang masih aman sampai saat ini.
“Tadi sudah ada fogging, tapi tidak luas nafogging, karena katanya obatnya sudah habis, anggarannya cuman sampai disitu bede.” Kata warga setempat.
Meski demikian hari ini. Senin, 26 November 2018 kembali 1 orang anak dilarikan ke medis, “Tapi saya tidak tahu apakah ke Klinik Engsar, PKM Binuang atau terus ke RSUD, yang jelas 1 orang lagi ini hari.” Katanya.
Berawal dari penyakit yang diderita Almarhum Rafli Alamsyah (11 tahun) santri pondok pesantren Al Ikhsan Batetangnga yang dirawat inap di Klinik medis setempat selama satu minggu, karena penyakitnya semakin parah, Rafli kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah( RSUD) Polewali.
Rafli Alamsyah anak dari Sahabuddin pasangan Ibu Hariyati, pelajar Kelas 6 MI DDI Kanang, kemudian meninggal dunia. Jumat jam 11 tanggal 16 November 2018. Nyawanya tak tertolong, ia meninggal setelah dirawat di ruang ICU.
"Nanti saya tahu kalau anakku DBD, setelah petugas medis di rumah sakit bilang kalau anak saya gejala DBD, memang ada bintik merah dikeningnya dan keluar darah dari hidung." Ungkap Sahabuddin ayah kandung Rafli, saat ditemui, Minggu 25 November 2018.
Kemudian Muh. Rezqi Al Fatih masuk RSUD tanggal 17 Nov 2018 malam dan Keluar RSUD tanggal 21 November 2018 dan pada hari yang sama tepatnya sore kembali masuk ke RSUD atas nama Nirmala, dan keluar pada tanggal 22 November 2018.
Tak hanya itu pada tanggal 20 November 2018 kembali 2 orang anak masuk RSUD. Kini orang tuanya Abd. Rahim dan Nurham sekarang masih berada di RSUD Polman mendampingi anaknya yang tengah dirawat.
Terkait serangan ini Pimpinan Pondok Pesantren Al Ikhsan Kanang, Adnan Nota merasa kuatir wabah DBD terus menjangkiti santrinya, tak lama berselang pasca meninggalnya Rafli, salah satu santrinya yang duduk dibangku kelas V juga dilaporkan gurunya terjangkit DBD bahkan sekarang sedang di opname di RSUD Polewali.
"Santri saya sekarang sementara dirawat di rumah sakit, saya tidak bisa bilang ini Kejadian Luar Biasa (KLB ) DBD tapi kan sudah ada yang meninggal, 1 nyawa dibanding uang jutaan itu tidak ada apa apanya." Kata Adnan Nota.
Selain itu, Adnan Nota menjelaskan saat ini disekitar rawa rawa pondok pesantren serta rumahnya sudah terlihat beberapa titik jentik nyamuk, sebab itu ia berani menanggung biaya fogging asalkan Dinas Kesehatan menyediakan alatnya.
Kalau pemerintah konsepnya hanya bersosialisasi terus sementara korban sudah berjatuhan maka akan membuat tambah parah keadaan sebab salah satu korban yang meninggal dunia adalah anak santrinya.
"Mudah mudahan ada yang mendengar kalau untuk biayanya saya bersedia menanggung untuk biaya fogging untuk menghilangkan wabah DBD itu. Saya berharap pemerintah segera mengambil langkah karena ini bukan waktunya sosialisasi lagi." Kata Adnan Nota yang juga menjabat Kepala Kemenag Majene ini.
Terpisah, Ketua Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Sikadudu, Desa Batetangnga, Juliani mengungkapkan, dalam 1 bulan terakhir sudah 8 warga Batetangnga diduga terjangkit penyakit DBD, seluruhnya dirujuk ke RSUD.
"Ironisnya, Desa Batetangnga ini juara 1 lomba Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang diumumkan di Kantor Desa." Tutur Juliani.
Dia berharap kepedulian pemerintah desa segera berkoordinasi ke Dinkes untuk melakukan fogging karena beberapa tokoh masyarakat Batetangnga bersedia bahu membahu menanggung biayanya.
"Terus siapa yang mau peduli kalau bukan kita, fogging ini dibutuhkan." Kata Juliani.
Hingga berita ini diterbitkan sejumlah warga Batetangnga, Kecamatan Binuang, telah berupaya menggalang dana dari donasi para penggiat di wilayah itu.
Laporan : Gazali